Belajar Bahasa Arab [28]
Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan
Bismillah. Alhamdulillah pada kesempatan ini kita bisa berjumpa kembali dalam pelajaran ilmu kaidah bahasa arab. Pada bagian sebelumnya kita telah membahas tashrif lughowi pada fi’il madhi. Berikut ini kita akan membahas tashrif lughowi pada fi’il mudhori’.
Sebagaimana sudah kita pelajari sebelumnya ada tiga macam kata ganti yang digunakan; orang ketiga, orang kedua, dan orang pertama. Orang ketiga ada enam kata ganti; tiga untuk lelaki dan tiga untuk perempuan. Orang kedua juga ada enam kata ganti; tiga untuk lelaki dan tiga untuk perempuan. Orang pertama hanya ada dua kata ganti; saya dan kami.
Contoh untuk kata ‘yaktubu’ artinya ‘sedang menulis’. Ini bisa kita tashrif menjadi empat belas kata sesuai dengan kata gantinya. Untuk orang ketiga; yaktubu – yaktubaani – yaktubuuna, artinya ‘dia 1 lelaki sedang menulis’ – ‘mereka berdua lelaki sedang menulis’, dan ‘mereka lelaki banyak sedang menulis’. Ini untuk kata ganti lelaki. Untuk orang ketiga perempuan; taktubu – taktubaani – yaktubna, artinya ‘dia 1 perempuan sedang menulis’ – ‘mereka berdua perempuan sedang menulis’ – ‘mereka perempuan banyak sedang menulis’. Ini sudah enam kata ganti.
Berikutnya untuk orang kedua lelaki; taktubu – taktubaani – taktubuuna, artinya ‘kamu 1 lelaki sedang menulis – kamu 2 lelaki sedang menulis – kalian lelaki banyak sedang menulis. Untuk perempuan; taktubiina – taktubaani – taktubna, artinya ‘kamu 1 perempuan sedang menulis’ – ‘kalian berdua perempuan sedang menulis’ – ‘kalian perempuan banyak sedang menulis’. Bila digabung dengan yang tadi maka sudah menjadi dua belas kata ganti.
Tinggal yang terakhir untuk orang pertama; ‘aktubu’ dan ‘naktubu’ artinya ‘aku sedang menulis’ dan ‘kami sedang menulis’. Dengan demikian sempurna menjadi empat belas kata ganti. Inilah yang disebut dengan tashrif lughowi fi’il mudhori’ mulai dari orang ketiga sampai orang pertama; semuanya kalau dijumlah ada empat belas kata ganti. Apabila kita urutkan dari awal maka tashrifnya adalah sbb : yaktubu – yaktubaani – yaktubuuna, taktubu – taktubaani – yaktubna, taktubu – taktubaani – taktubuuna, taktubiina – taktubaani – taktubna, aktubu – naktubu.
Inilah tashrif atau perubahan bentuk pada fi’il mudhori’. Dari sini kita bisa mengetahui bahwa dalam bahasa arab satu kata kerja bisa menunjukkan sekaligus kata ganti pelakunya. Misalnya kata ‘yaktubuuna’ artinya ‘mereka lelaki sedang menulis’. Di sini sudah tercakup makna kata kerja dan juga kata ganti pelakunya; yaitu mereka lelaki. Demikian juga misalnya ‘taktubuuna’ artinya ‘kalian lelaki sedang menulis’.
Kemudian, apabila kita cermati lagi ternyata ada sebuah kata kerja yang sama digunakan untuk tiga kata ganti yaitu kata ‘taktubaani’ ini bisa dipakai untuk mereka berdua perempuan, kalian berdua lelaki, atau kalian berdua perempuan. Semuanya menggunakan kata ‘taktubaani’. Sehingga kata ‘taktubaani’ artinya bisa ‘mereka berdua…’ atau ‘kalian berdua…’ (lelaki/perempuan) ‘sedang menulis’. Apabila kita cermati diantara fi’il-fi’il mudhori’ ini yang akhiranya alif nun (aani), wawu nun (uuna) da, ya’ nun (iina); maka semuanya ada lima rumus; yaktubaani – taktubaani, yaktubuuna – taktubuuna, dan taktubiina. Inilah yang disebut dengan af’alul khomsah/fi’il-fi’il yang lima. Yaitu fi’il-fi’il mudhori’ yang diakhiri dengan huruf ‘illat dan nun. Huruf ‘illat (huruf penyakit) itu adalah alif, wawu, dan ya’. Sehingga fi’il mudhori’ yang berakhiran ‘aani’, ‘uuna’, atau ‘iina’ maka ini termasuk dalam jenis af’alul khomsah.
Demikian pembahasan singkat yang bisa kami sajikan, semoga bermanfaat.
Unduh materi dari sini : belajar-28
Belajar Bahasa Arab [29]
Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan
Bismillah. Alhamdulillah pada kesempatan ini kita bisa bertemu kembali dengan pelajaran ilmu kaidah bahasa arab. Pada bagian-bagian sebelumnya telah kita bahas tentang tashrif lughowi pada fi’il madhi dan fi’il mudhori’. Berikut ini kita akan membahas tashrif lughowi pada fi’il amr.
Fi’il amr yaitu kata kerja yang menunjukkan makna tuntutan. Pada fi’il amr hanya ada enam kata ganti yang digunakan; anta (kamu 1 lelaki), antuma (kalian berdua lelaki), antum (kalian lelaki banyak), anti (kamu 1 perempuan), antuma (kalian berdua perempuan), dan antunna (kalian perempuan banyak). Misalnya kata ‘uktub’ artinya ‘tulislah’ untuk kamu 1 lelaki. ‘uktubaa’ artinya ‘tulislah’ untuk kalian berdua lelaki. ‘uktubuu’ artinya ‘tulislah’ untuk kalian lelaki banyak. ‘uktubii’ artinya ‘tulislah’ untuk kamu 1 perempuan. ‘uktubaa’ artinya ‘tulislah’ untuk kamu berdua perempuan. ‘uktubna’ artinya ‘tulislah’ untuk kalian perempuan banyak.
Apabila kita sebutkan secara urut maka tashrif fi’il amr untuk kata ‘uktub’ adalah sebagai berikut; uktub – uktubaa – uktubuu, uktubii – uktubaa – uktubna. Tashrif semacam ini juga bisa kita terapkan pada fi’il yang lain, misalnya ‘idzhab’ artinya ‘pergilah’. Untuk 1 orang lelaki kita katakan ‘idzhab’ artinya ‘pergilah kamu (1 lelaki). Untuk 1 perempuan kita katakan ‘idzhabii’ artinya ‘pergilah kamu (1 perempuan). Demikian seterusnya. Apabila disebutkan secara lengkap tashrifnya maka sebagai berikut; idzhab -idzhabaa – idzhabuu, idzhabii – idhzabaa – idzhabna.
Inilah letak keunikan bahasa arab, karena dari fi’ilnya kita bisa mengetahui siapa yang diperintahkan. Jika dikatakan ‘idzhabii’ berarti yang diperintahkan untuk pergi adalah seorang perempuan. Jika misalnya dikatakan ‘idzhabna’ artinya yang diperintahkan pergi adalah kalian perempuan banyak. Jika dikatakan ‘idzhabuu’ artinya yang diperintahkan pergi adalah kalian lelaki banyak. Demikian seterusnya. Dan perlu diingat bahwa fi’il amr hanya dipakai untuk orang kedua.
Bagaimana cara memerintah orang ketiga? Ya, ini pertanyaan bagus. Untuk orang ketiga bisa digunakan huruf lam (li) yang disebut lam amr. Misalnya ‘liyaktub’ artinya ‘hendaklah dia menulis’. Di sini ada kata ‘li’ yang artinya ‘hendaklah’; inilah yang disebut sebagai lam amr. Lam amr ini termasuk alat penjazem, oleh sebab itu ia menyebabkan fi’il sesudahnya menjadi majzum/sukun.
Berbicara tentang huruf lam (li) kita juga perlu membedakan antara lam amr dengan lam huruf jar. Apa bedanya? Lam amr sesudahnya adalah fi’il mudhori’ dan dibaca majzum. Adapun lam huruf jar adalah tanda kalau sesudahnya adalah isim dan isim itu harus dibaca majrur. Misalnya ungkapan ‘lillahi’ artinya ‘untuk Allah’ di sini kata li adalah huruf jar sehingga menyebabkan isim sesudahnya dibaca majrur atau berkahiran kasroh. Dari sini kita bisa membedakan anatar lam amr dengan lam huruf jar. Lam amar diikuti fi’il, sedangkan lam huruf jar diikuti isim.
Apa faidah kita mengetahui bentuk amr atau kata kerja perintah? Ya, salah satu faidah paling utama ialah untuk mengetahui apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul kepada kita. Sebab dalam kaidah para ulama hukum asal perintah itu adalah wajib. Maka untuk bisa memahami al-Qur’an kita harus paham bahasa arab, karena al-Qur’an itu berbahasa arab. Apabila kita mengerjakan perintah itu karena Allah niscaya kita akan mendapat pahala. Hal ini akan bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika membaca al-Qur’an apabila kita paham bahasanya.
Berkaitan dengan amr, ada ungkapan yang disebut dengan istilah fi’il nahi (larangan) misalnya ‘laa tusyrik’ artinya ‘jangan berbuat syirik’. Nah, laa di sini disebut sebagai laa nahiyah dan ia termasuk alat penjazem. Contoh lain ‘laa taghdhab’ artinya ‘jangan marah’. Demikian pelajaran singkat yang bisa kami sajikan, semoga bermanfaat bagi kita semuanya.
Unduh materi dari sini : belajar-29
Belajar Bahasa Arab [30]
Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan
Bismillah. Alhamdulillah pada kesempatan ini kita telah sampai pada akhir seri pelajaran ilmu kaidah bahasa arab dalam program belajar jarak jauh belajar kaidah bahasa arab 1 bulan. Tentu saja apa-apa yang sudah kita bahas baru sebagian saja dari materi ilmu kaidah bahasa arab. Oleh sebab itu masih dibutuhkan pendalaman dan pengembangan pemahaman sesudahnya.
Sebagai rangkuman dari pelajaran-perlajaran terdahulu bisa kita simpulkan bahwasanya di dalam bahasa arab ada tiga macam kata; isim, fi’il, dan harf. Isim atau kata benda ini bisa menempati posisi sebagai pelaku (fa’il) atau objek (maf’ul bih) dsb di dalam kalimat. Kemudian fi’il atau kata kerja ini ada tiga macam; fi’il madhi, fi’il mudhori’, dan fi’il amr. Fi’il madhi adalah kata kerja lampau, fi’il mudhori’ kata kerja sekarang atau akan datang, dan fi’il amr adalah kata kerja perintah. Adapun huruf maksudnya adalah kata sambung atau kata penghubung. Diantara huruf yang sudah kita kenal misalnya huruf jar yang menyebabkan kata/isim sesudahnya menjadi kasroh.
Di dalam bahasa arab ada dua macam kalimat/jumlah; jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Jumlah ismiyah diawali dengan isim, sedangkan jumlah fi’liyah diawali dengan fi’il. Di dalam jumlah ismiyah kita mengenal istilah mubtada’ dan khobar; yang diterangkan dan yang menerangkan. Di dalam jumlah fi’liyah kita mengenal adanya fi’il, fa’il/pelaku, dan maf’ul bih/objek. Suatu fi’il yang membutuhkan objek disebut fi’il muta’addi, sedangkan fi’il yang tidak butuh objek disebut dengan istilah fi’il lazim. Setiap fi’il yang aktif/ma’lum maka pasti ada fa’il sesudahnya. Dan fa’il harus dibaca marfu’. Adapun maf’ul bih atau objek harus dibaca manshub.
Kita juga sudah belajar tentang i’rob yaitu perubahan keadaan akhir kata pada isim dan pada fi’il. Pada isim ada tiga macam i’rob; rofa’, nashob, dan jar. Pada fi’il ada tiga macam i’rob; rofa’, nashob, dan jazem. Tanda dasar i’rob itu adalah dhommah (rofa’), fathah (nashob), kasroh (jar), dan sukun (jazem). Selain tanda dasar ini masih ada tanda-tanda i’rob yang lain; yang biasa disebut sebagai tanda i’rob yang cabang. Misalnya untuk isim mutsanna ia marfu’ dengan alif, jamak mudzakkar salim marfu’ dengan wawu, demikian juga asma’ul khomsah. Ini pada isim. Pada fi’il misalnya fi’il mu’tal akhir majzum dengan dihapus huruf akhir, af’alul khomsah juga majzum dengan dihapus nun. Fi’il menjadi manshub jika dimasuki alat penashob dan menjadi majzum apabila dimasuki atau didahului oleh alat penjazem. Jika tidak ada penashob atau penjazem fi’il itu marfu’.
Fi’il ditinjau dari i’robnya terbagi dua; mabni dan mu’rob. Yang mabni artinya akhirannya tidak bisa berubah, sedangkan yang mu’rob bisa berubah. Fi’il yang mabni adalah fi’il madhi, fi’il amr, dan fi’il mudhori’ yang bersambung dengan nun inats atau nun taukid. Sehingga fi’il yang mu’rob hanya mencakup fi’il mudhori’ yang tidak bersambung nun inats dan nun taukid. Fi’il mudhori’ yang mu’rob ini ada tiga kelompok; sahih akhir, mu’tal akhir, dan af’alul khomsah. Masing-masing kelompok memiliki tanda i’rob tersendiri.
Selain belajar ilmu nahwu yang membahas keadaan akhir kata kita juga perlu belajar ilmu shorof yang membahas pembentukan kata. Dengan belajar nahwu kita akan mengetahui apakah suatu kata ini menempati sebagai pelaku atau objek; kemudian bagaimana keadaan akhirnya marfu’, manshub, atau majrur. Dengan belajar shorof kita akan mengetahui bagaimana bentuk fi’il amr, bagaimana bentuk isim fa’il, atau bentuk isim maf’ul dsb. Oleh sebab itu untuk bisa membaca kitab gundul seorang penuntut ilmu harus belajar nahwu dan shorof. Mempelajari nahwu dan shorof termasuk fardhu kifayah; dan keutamaannya lebih tinggi daripada keutamaan melakukan ibadah-ibadah sunnah. Demikian materi yang bisa kami sajikan, semoga bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.